Latar Belakang
Dalam dunia hukum, baik pemikiran, konsep maupun aplikasi,
perkataan orang (person) berarti pendukung hak dan kewajiban yang juga disebut
objek hukum. Setiap manusia adalah
pembawa hak yang mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan perbuatan hukum.
Dalam perspektif hukum positif, yang dimaksud dengan subjek hukum
adalah suatu pendukung hak dan kewajiban.
Pendukung hak dan kewajiban itu disebut orang. Yaitu manusia atau badan yang menurut hukum
berkuasa (wewenang) menjadi mendukung hak.
Suatu subjek hukum mempunyai kekuasaan untuk mendukung hak. Dapat juga dikatakan, subjek hukum adalah
sesuatu yang menurut hukum dapat memiliki hak dan kewajiban, atau sebagai
pendukung hak dan kewajiban.[1]
Orang dalam arti hukum terdiri dari manusia pribadi dan badan
hukum. Manusia pribadi adalah subjek
hukum dalam arti biologis, sebagai gejala alam, sebagai makhluk budaya yang
berakal, berperasaan, dan berkehendak.
Badan hukum adalah subjek hukum dalam arti yuridis, sebagai gejala dalam
hidup ber-masyarakat, sebagai badan ciptaan manusia berdasarkan hukum,
mempunyai hak dan kewajiban seperti manusia pribadi. Sebagai prinsipil badan hukum berbeda dengan
manusia.[2]
Sebagai subjek hukum, manusia mempunyai kewenangan untuk
melaksana-kan kewajiban dan menerima haknya.
Dengan kata lain, manusia mempunyai ke-wenangan untuk melakukan tindakan
hukum, misalnya membuat perjanjian, mim-buat surat wasiat, melakukan perkawinan
dan lain sebagainya.[3]
Namun demikian, manusia berbeda dengan badan hukum. Badan hukum diciptakan manusia sendiri dengan
banyak orang yang mengatur didalamnya dan memiliki tujuan bersama. Maka dari itu kami akan membahas tentang
badan hukum yang sesungguhnya penting untuk dipahami dan dimengerti agar semua
orang dapat memahami badan hukum yang sebenarnya.
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Badan Hukum
Badan hukum adalah pendukung hak dan kewajiban berdasarkan hukum
yang bukan manusia. Sebagai subjek
hukum, badan hukum mempunyai kewenang-an untuk melakukan tindakan hukum,
misalnya mengadakan perjanjian dengan pihak lain, mengadakan transaksi
jual-beli dan lain sebagainya. Sudah
tentu Poe-laksanaan tindakan hukum tadi dilakukan oleh para pengurus badan
hukum tersebut.[4]
Subjek hukum bukan hanya “orang” akan tetapi “badan hukum”
pula. Pe-mikiran tentang “badan hukum”
sebagai subjek hukum bagi Utrecht yang dimaksud dengan badan hukum ialah setiap
pendukung hak yang tidak berjiwa, atau yang lebih tepat yang bukan
manusia. Badan hukum sebagai gejala
kemasyarakat-an adalah suatu gejala yang riil, merupakan fakta benar-benar,
dalam pergaulan hukum, yaitu sesuatu yang dapat dicatat dalam pergaulan hukum,
biarpun tidak tar-wujud manusia atau benda yang dibuat dari besi, kayu dan
sebagainya. Yang menjadi penting bagi
pergaulan hukum ialah hal badan hukum itu mempunyai ke-kayaan (Vermogen) yang
sama sekali terpisah dari kekayaan anggotanya, yaitu dalam hal badan hukum itu
berupa korporasi. Hak dan kewajiban
badan hukum sama sekali terpisah dari hak kewajiban anggotanya.[5]
Di samping manusia pribadi sebagai pembawa hak, terdapat
badan-badan (kumpulan manusia) yang oleh hukum diberi status”person” yang
mempunyai hak dan kewajiban seperti manusia, yang disebut Badan Hukum. Badan hukum sebagai pembawa hak yang yang tak
berjiwa dapat melakukan sebagai pembawa hak manusia, misalnya: dapat melakukan
persetujuan-persetujuan, memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari
kekayaan anggota-anggotanya.
Bedanya dengan manusia ialah, bahwa badan hukum itu tak dapat
melaku-kan perkawinan, tak dapat dihukum penjara (kecuali hukuman denda). Badan hukum bertindak dengan perantaraan pengurus-pengurusnya.[6]
Badan hukum dapat dibedakan antara badan hukum publik dan
badan hukum privat. Badan hukum publik
adalah Negara dan bagian-bagian Negara, seperti daerah, kota, dan
lain-lain. Sedangkan badan hukum privat
adalah suatu organisasi yang bergerak di luar bidang-bidang politik dan
kenegaraan, Badan hukum privat didirikan untuk mencari keuntungan atau untuk
tujuan social. Badan hukum privat yang
didirikan untuk mencari keuntungan adalah Perseroan Terbatas dan Koperasi.
Sedangkan badan hukum yang didirikan bukan untuk mencari ke-untungan
adalah Yayasan. Apabila yayasan
digunakan untuk mencari keuntung-an, hal itu merupakan penyalahgunaan status
yayasan.[7]
2.2 Ruang Lingkup Badan Hukum
Dilihat dari bentuknya badan hukum dapat berbentuk:
a.
Korporasi (Corporation),
yaitu sekumpulan orang, yang untuk hubungan hukum tertentu sepakat untuk
bertindak dan bertanggung jawab sebagai satu subjek hukum tersendiri. Misalnya: Perseroan Terbatas (PT), Partai
Politik (parpol), dan lain sebagainya;
b.
Yayasan (Foundation), yaitu
kekayaan yang bukan milik seseorang atau suatu badan hukum, yang diberi tujuan
tertentu. Yayasan tidak memiliki
anggota, yang ada hanyalah pengurus yayasan.
Adapun Badan hukum itu bermacam-macam bentuknya:
a.
Badan Hukum Publik, yaitu
Negara, Daerah Swatantra Tingkat I, II dan III, Kotapraja, Desa.
b.
Badan Hukum Perdata,
yang dapat dibagi lagi dalam:
1. Badan Hukum (Perdata) Eropa, seperti Perseroan Terbatas,
Yayasan, Lembaga, Koperasi, Gereja.
2. Badan Hukum Indonesia seperti: Gereja Indonesia, Masjid, Wakav,
Koperasi Indonesia.
Adapun badan hukum menurut tata atau aneka warna hukum di
Indonesia, badan hukum dibedakan menjadi tiga :
1. Badan hukum menurut hukum
Eropa, ialah badan hukum yang diatur menurut hukum yang dikonkordasi dengan
hukum yang berlaku di Belanda. Misalnya
Negara, PT dan perhimpunan.
2.
Badan hukum menurut hukum
bukan Eropa yang tertulis. Badan hukum
ini terkenal dibawah nama badan hukum Indonesia, misalnya LNHB 1939 No. 570 jo
1939 No. 717 LN 1958 No. 139.
3.
Badan hukum adat adalah
badan hukum menurut hukum Bumi Putera, misalnya badan wakaf, yayasan-yayasan.[8]
2.3 Syarat-Syarat Badan Hukum
Adapun syarat-syarat badan hukum adalah:
1.
Memiliki kekayaan yang
terpisah dari kekayaan anggota-anggotanya.
2.
Hak dan kewajiban badan
hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya.[9]
Konsekuensi pemisahan antara kekayaan badan hukum dengan harta
pribadi para pengurus atau anggotanya, adalah sebagai berikut.
a.
Penagih pribadi terhadap
anggota badan hukum, tidak berhak menuntut harta badan hukum.
b.
Para pengurus atau anggota
tidak boleh secara pribadi menagih piutang badan hukum terhadap pihak ketiga.
c. Tidak dibenarkan kompensasi
(ganti kerugian) hutang pribadi dari pengurus atau anggota dengan hutang badan
hukum.
d. Hubungan hukum berupa
perjanjian antara pengurus atau anggota dengan badan hukum, disamakan hubungan
hukum dengan pihak ketiga.
e. Jika badan hukum pailit,
hanya para kreditur saja yang dapat menuntut harta kekayaan badan hukum.[10]
Sebagai landasan yuridis dari suatu badan hukum, akan
mengemukakanbe-berapa teori (anggapan) dari para pakar hukum terkenal, yaitu:
a.
Teori Fiksi (ficitieTheorie)
dari F.C. vonSavigny.
Menurut teori ini,
badan hukum itu semata-mata buatan negara.
Selain negara, badan hukum itu merupakan fiksi semata. Artinya sesuatu yang sesungguhnya tidak
pernah ada, akan tetapi dihidupkan dalam bayangan manusia guna me-nerangkan
sesuatu.
b.
Teori Kekayaan Tujuan (ZweckvermogenTheorie)
dari Brinz.
Menurut teori ini,
hanya manusialah yang dapat menjadi subjek hukum dan ke-kayaan yang dianggap
milik suatu badan hukum sebenarnya milik suatu tujuan. Teori ini hanya dapat menerangkan landasan
yuridis dari yayasan.
c.
Teori Organ (Organ Theorie)
dari Otto vonGierke.
Menurut teori ini,
badan hukum itu diibaratkan seperti manusia sesuatu yang sungguh-sungguh
menjelma dalam pergaulan hukum (eineleiblichgeistige). Se-lanjutnya menurut teori ini disebutkan
bahwa badan hukum itu menjadi suatuVerbandpersonlichkeit, yaitu suatu badan
yang membentuk kemauannya dengan perantaraan alat-alat yang ada padanya,
seperti manusia. Jadi, berfungsinya
badan hukum disamkan dengan manusia.
d.
Teori Milik Bersama (PropieteCollective)
dari Planior dan Molengraaff.
Menurut teori ini hak
dan kewajiban badan hukum itu, pada hakikatnya adalah hak dan kewajiban anggota
secara bersama-sama. Maka dari itu badan
hukum merupakan suatu konstruksi yuridis semata.[11]
Diatas telah dikatakan bahwa Duguit tidak mengakui hak yang oleh
hukum diberi kepada subjek hukum tetapi hanya melihat fungsi-fungsi sosial yang
harus dilakukan oleh subjek hukum.
Disamping itu, ditegaskan pula bahwa hanya manusia dapat menjadi subjek
hukum. Lain daripada manusia tidak ada
subjek hukum. Tetapi manusia adalah
subjek hukum tanpa mendukung hak! Oleh
karena Duguit hanya menerima manusia sebagai subjek hukum maka bagi Duguit juga
hanya manusia menjadi subjek hukum internasional.[12]
2.4 Dasar-Dasar Hukum
Badan hukum sebagai kumpulan manusia pribadi mungkin pula
sebagai kumpulan dari badan hukum mempunyai dasar-dasar hukum untuk mengatur
sesuai dengan hukum positif yang berlaku, sebagai berikut:
1.
Perseroan Terbatas (PT),
diatur dalam UU No. 1 tahun 1995
2.
Koperasi, diatur dalam UU
No. 25 tahun 1992
3.
Yayasan, diatur dalam UU
No. 16 tahun 2001
4.
Perbankan, diatur dalam UU
No. 10 tahun 1998
5.
Bank Pemerintah, sesuai
dengan UU yang mengatur pendiriannya
6.
Organisasi Partai Politik,
diatur dengan UU No. 31 tahun 2002
7.
Pemerintah Daerah tingkat
I, II dan Kecamatan, diatur dalam UU No. 32 tahun 2004
8.
Negara Indonesia, diatur
dengan konstitusi UUD 1945[13]
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Badan hukum adalah pendukung hak dan kewajiban berdasarkan hukum
yang bukan manusia. Sebagai subjek
hukum, badan hukum mempunyai kewenang-an untuk melakukan tindakan hukum,
misalnya mengadakan perjanjian dengan pihak lain, mengadakan transaksi
jual-beli dan lain sebagainya. Sudah
tentu pe-laksanaan tindakan hukum tadi dilakukan oleh para pengurus badan hukum
tersebut.
Bedanya dengan manusia ialah, bahwa badan hukum itu tak dapat
melaku-kan perkawinan, tak dapat dihukum penjara (kecuali hukuman denda). Badan hukum bertindak dengan perantaraan pengurus-pengurusnya.
Dilihat dari bentuknya badan hukum dapat berbentuk Korporasi (Corpora-tion)
dan Yayasan (Foundation). Adapun Badan
hukum itu bermacam-macam bentuknya, yaitu Badan Hukum Publik dan Badan
Hukum Perdata.
Adapun syarat-syarat badan hukum, yaitu memiliki kekayaan yang
terpisah dari kekayaan anggota-anggotanya serta Hak dan kewajiban badan hukum
terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya.
Badan hukum sebagai kumpulan manusia pribadi mungkin pula
sebagai kumpulan dari badan hukum mempunyai dasar-dasar hukum untuk mengatur
sesuai dengan hukum positif yang disebutkan diatas.
DAFTAR PUSTAKA
Mas, Marwan. 2004. Pengantar Ilmu
Hukum. Bogor : Ghalia Indonesia
AF,Hasanuddin, dkk.
2003. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta : Al Husna Baru
Saifullah. Buku
Ajar Wawasan Hukum Perdata di Indonesia.
Sudarsono. 2001. Pengantar
Ilmu Hukum. Jakarta : PT Rineka Cipta
Kansil, C.S.T.
2001. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta : Sinar Grafika
Mahmud Marzuki, Peter. 2009. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta
: Kencana
[1]Prof. Dr.
Hasanuddin AF, MA, dkk. Pengantar Ilmu Hukum. (Jakarta : Al Husna Baru,
2003) hlm 70-71
[2]Dr. H. Saifullah,
SH., M.Hum. Buku Ajar Wawasan Hukum Perdata di Indonesia. Hlm 2
[3]Prof. Dr.
Hasanuddin AF, MA, dkk. Opcit. Hlm 71
[4]Prof. Dr.
Hasanuddin AF, MA, dkk. Opcit. Hlm 73
[5]Drs. Sudarsono,
S.H., M.Si. Pengantar Ilmu Hukum. (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2001) hlm
279
[6] Prof. Drs.
C.S.T. Kansil, S.H. Pengantar Ilmu Hukum. (Jakarta : Sinar Grafika,
2001) hlm 46-47
[7]Prof. Dr. Peter
Mahmud Marzuki, SH., MS., LL.M.Pengantar Ilmu Hukum,(jakarta:Kencana,
2009), hlm. 243
[8]Dr. H.
Saifullah, SH., M.Hum. Opcit. Hlm 4-5
[9]Dr. H.
Saifullah, SH., M.Hum. Opcit. Hlm 3
[10]Marwan Mas,
S.H., MH. Pengantar Ilmu Hukum. (Bogor : Ghalia Indonesia, 2004) hlm 30
[11]Prof. Dr.
Hasanuddin AF, MA, dkk. Opcit. Hlm 74-75
[12]Drs. Sudarsono,
S.H., M.Si. Opcit. hlm 284
0 komentar:
Post a Comment